Langsung ke konten utama

SISTEM DRAINASE BERKELANJUTAN : Sustainable Drainage System

Dibuat untuk  memenuhi Tugas KU1202-28 Pengantar Rekayasa dan Desain Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Sistem drainase tradisional dibatasi oleh berbagai faktor termasuk kapasitas volume, kerusakan atau penyumbatan dari puing-puing dan kontaminasi air minum. Banyak dari masalah ini ditangani oleh sistem sistem drainase yang berkelanjutan dengan turut mengombinasikan sistem drainase tradisional dan mengembalikan air hujan ke sumber air alami atau aliran buatan secepat mungkin. Meningkatnya urbanisasi telah menyebabkan masalah dengan peningkatan banjir bandang setelah hujan tiba-tiba karena area vegetasi digantikan oleh beton, aspal, atau struktur beratap, yang mengarah ke permukaan yang kedap air, area tersebut kehilangan kemampuannya untuk menyerap air hujan. Hujan ini malah diarahkan ke sistem drainase air permukaan, seringkali menyebabkan banjir dan menimbulkan kerugian..

Kesalahpahaman umum tentang Sistem drainase yang berkelanjutan adalah bahwa mereka mengurangi banjir di situs pengembangan. Sebenarnya Sistem drainase yang berkelanjutan dirancang untuk mengurangi dampak dari sistem drainase air permukaan dari satu situs ke situs lain. Misalnya, banjir saluran pembuangan merupakan masalah di banyak tempat. Pengerasan jalan atau bangunan di atas tanah dapat menyebabkan banjir bandang. Ini terjadi ketika arus yang masuk ke saluran pembuangan melebihi kapasitasnya dan meluap. Sistem Sistem drainase yang berkelanjutan bertujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan pembuangan dari lokasi, sehingga mengurangi dampaknya, idenya adalah bahwa jika semua lokasi pengembangan memasukkan Sistem drainase yang berkelanjutan maka banjir saluran pembuangan perkotaan tidak akan menjadi masalah. Tidak seperti sistem drainase air hujan perkotaan tradisional , Sistem drainase yang berkelanjutan juga dapat membantu melindungi dan meningkatkan kualitas air tanah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan sistem drainase yang berkelanjutan?

2.      Apa dampak dan kendala sistem drainase berkelanjutan?

3.      Apa solusi dan konsekuensi kendala sistem drainase berkelanjutan?

4.      Bagaimana penerapan sistem drainase yang berkelanjutan di Dunia dan Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian sistem drainase yang berkelanjutan.

2.      Untuk mengetahui dampak dan kendala sistem drainase berkelanjutan.

3.      Untuk mengetahui solusi dan konsekuensi kendala sistem drainase berkelanjutan.

4.      Untuk mengetahui penerapan sistem drainase yang berkelanjutan di Dunia dan Indonesia.

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Sistem Drainase Berkelanjutan

 





Gambar 1 Sistem Drainase Berkelanjutan

https://www.susdrain.org/delivering-suds/using-suds/background/sustainable-drainage.html

Gambar 2 Prinsip  Sistem Drainase Berkelanjutan

https://www.susdrain.org/delivering-suds/using-suds/background/sustainable-drainage.html

 

Drainase atau pengatusan merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu.

Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan salah satu cara pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penaggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari perasana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.

Tak dapat dipungkiri bahwa pembangunan manusia banyak mempengaruhi alam, termasuk siklus air alami. Untuk itulah, perlu adanya pengelolaan drainase secara khusus yang disebut sistem drainase berkelanjutan. Sistem drainase berkelanjutan adalah kumpulan praktik pengelolaan air yang bertujuan untuk menyelaraskan sistem drainase modern dengan proses air alami. Upaya sistem drainase berkelanjutan membuat sistem drainase lebih kompatibel dengan komponen siklus air alami seperti luapan gelombang badai, perkolasi tanah, dan bio-filtrasi. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi pengaruh pembangunan manusia terhadap siklus air alami, terutama aliran permukaan dan tren pencemaran airSistem drainase berkelanjutan sering menggunakan komponen yang dibangun yang meniru fitur alam untuk mengintegrasikan sistem drainase perkotaan ke dalam sistem drainase alami atau dengan memilih sistem yang seefisien dan secepat mungkin.

Tujuan dari semua sistem drainase yang berkelanjutan adalah menggunakan curah hujan untuk mengisi kembali sumber air di suatu lokasi. Sumber air yang dimaksud misalnya cekungan tanah, sungai terdekat, danau, atau sumber air tawar serupa lainnya. Misalnya, jika suatu lokasi berada di atas akuifer yang tidak terkonsolidasi , maka sistem drainase yang berkelanjutan sistem drainase yang berkelanjutan akan mengarahkan semua hujan yang jatuh di lapisan permukaan ke dalam akuifer bawah tanah secepat mungkin. Untuk melakukannya, Sistem drainase yang berkelanjutan menggunakan berbagai bentuk lapisan permeabel untuk memastikan air tidak tertampung atau dialihkan ke lokasi lain. Seringkali lapisan ini termasuk tanah dan tumbuh-tumbuhan, meskipun mereka juga bisa menjadi bahan buatan.

B.     Dampak dan Kendala Sistem Drainase Berkelanjutan

B.1. Dampak

B1.1. Dampak Positif

Secara tidak langsung, dampak positif adanya penerapan sistem drainase berkelanjutan berpotensi menurunkan biaya pengembangan wilayah, dapat menurunkan tingkat polusi sehingga terjadi perbaikan kualitas lingkungan, memperbaiki metode perancangan penanganan limpasan permukaan, menurunkan resiko terjadinya banjir, dan mengisi kembali air tanah dalam tingkat lokal.

B.1.2. Dampak Negatif

Apabila pembangunan drainase hanya berfokus kepada kecepatan pengaliran air limpas menuju sungai atau saluran tanpa meninjau siklus air secara holistik, maka dapat menyebabkan dampak kekeringan yang terjadi di mana-mana, banjir, dan juga longsor. Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan makro serta tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah pada musim kering dan musim basah yang sangat tinggi. Hal ini sempat menjadi perdebatan antara normalisasi dan naturalisasi sungai di DKI Jakarta. Salah satu media massa yang melakukan pemberitaan adalah Harian Daring Kompas dalam artikel berjudul “Normalisasi dan Naturalisasi Sungai, Apa Bedanya?” yang membahas alasan sungai di Jakarta tidak berfungsi dengan baik.

B.2. Kendala

Dalam penerapan sistem drainase berkelanjutan memiliki banyak kendala baik dari segi teknis maupun sosial. Kendala teknis misalnya kurangnya daerah resapan air yang minimal 30% dari luas wilayah. Keterbatasan lahan merupakan persoalan yang rumit karena banyak permukiman maupun industri yang mengambil alih lingkungan tersebut, tetapi tidak bisa serta-merta digusur untuk pembangunan drainase. Selain itu kendala teknis yang lumrah ditemui di daerah perkotaan ialah berubahnya sistem irigasi menjadi drainase, tidak adanya saluran drainase di daerah swadaya, minimnya tenaga ahli, dan pengecilan penampang dan meningkatnya sedimentasi karena perubahan tata guna lahan di hulu.

Sedangkan faktor sosial jauh lebih beragam, misalnya masalah koordinasi antar instansi yang belum terorganisir dengan baik serta keterbatasan anggaran yang ada untuk membenahi sistem drainase yang ada. Minimnya pengelolaan gorong-gorong, minimnya keterlibatan dan kesadaran masyarakat dalam penanganan dan perawatan drainase, sehingga permasalahan lebih cepat datang dari pada penyelesaiannya.

 

C.    Solusi dan Konsekuensi Kendala Sistem Drainase Berkelanjutan

Untuk menangani dampak buruk pembangunan sistem drainase, perlu dilakukan kajian lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada wilayah tersebut tetapi juga wilayah sekitarnya. Misal, pada pembangunan di daerah hulu harus memperhatikan kondisi kapasitas limpasan air daerah hilir yang mungkin saja terdampak akan adanya pembangunan di sana. Harus ada pula kajian akan  kelembabapan udara, kandungan air, kondisi biodiversitas, morfologi tanah dan lainnya juga patut diperhatikan.

Konsekuensi atas sistem drainase yang masih belum maksimal adalah perbaikan sistem yakni dengan melakukan perencanaan wilayah yang matang sehingga daerah memiliki daerah resapan air yang memadai, penambahan anggaran, pemeliharaan anak-anak sungai (pengerukan), pembentukan pasukan pembersih gorong-gorong, pembanguanan kolam atau danau buatan di taman kota, dan pembangunan kolam retensi.

Masyarakat juga memiliki kewajiban berpartisipasi dalam penerapan sistem drainase berkelanjutan dengan cara meningkatkan kesadaran akan aliran air bersih, menginventarisir vasas-vasus dari lingkungan pemukiman, secara swadaya membuat proyek sumur resapan dan biopori, dan membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat dalam melakukan perawatan drainase.

D.    Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan

D.1. Contoh Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Dunia

D.1.1. Perkerasan Bermeabel

Sistem perkerasan permeabel bertujuan untuk menyediakan cara agar air yang jatuh pada hardscaping merembes ke tanah di bawahnya. Hal ini dilakukan dengan membagi bahan perkerasan tradisional menjadi beberapa bagian, atau menggunakan bahan perkerasan berpori.

Di China, daerah perkotaan beraspal telah berkembang pesat sejak tahun 2000-an, dengan puluhan kota mendukung populasi lebih dari satu juta. Sebagai tanggapan, pemerintah China telah menugaskan desain dari beberapa "Kota Spons” yang menerapkan sistem drainase yang berkelanjutan pada skala perkotaan di seluruh negeri. Salah satu contohnya adalah Nanhui , pinggiran kota Shanghai yang dirancang untuk memerangi kenaikan permukaan laut di pantai timur China. Nanhui, sebelumnya dikenal sebagai Lingang, menggunakan trotoar permeabel untuk jalan raya dan hak akses publik untuk mengurangi dampak infrastruktur kota besar terhadap siklus air alami. Ini adalah kombinasi organik dari teknologi baru green-living modern dan masyarakat, lingkungan, budaya manusia untuk kemajuan sosial.

D.1.2.Lahan Basah

Lahan basah buatan dapat dibangun di area yang mengalami lonjakan atau limpasan air hujan dalam jumlah besar. Dibangun untuk meniru rawa-rawa dangkal, lahan basah sebagai BMP mengumpulkan dan menyaring air pada skala yang lebih besar dari bioswales atau taman hujan. Tidak seperti bioswales, lahan basah buatan dirancang untuk meniru proses lahan basah alami sebagai lawan dari mekanisme rekayasa di dalam lahan basah buatan. Oleh karena itu, ekologi lahan basah (komponen tanah, air, vegetasi, mikroba, proses sinar matahari, dll.) Menjadi sistem utama untuk menghilangkan polutan. Air di lahan basah buatan cenderung disaring lambat dibandingkan dengan sistem dengan komponen mekanis atau rekayasa eksplisit.

Lahan basah dapat digunakan untuk memusatkan limpasan dalam jumlah besar dari daerah perkotaan dan lingkungan sekitar. Pada tahun 2012, Taman Lahan Basah Los Angeles Selatan dibangun di distrik dalam kota yang padat penduduk sebagai renovasi untuk bekas halaman bus LA Metro . Taman ini dirancang untuk menangkap limpasan dari permukaan sekitarnya serta air hujan yang meluap dari sistem drainase kota saat ini.

D.1.3.Tempat Penahanan

Waduk penahan (atau waduk penahan) adalah area penahanan air hujan yang diimaksudkan untuk mengimbangi kelebihan air yang dapat membanjiri kapasitas sistem penyaringan atau drainase saat ini. Waduk penahan mengurangi debit puncak ke sistem drainase dengan metode termasuk memperlambat kecepatan limpasan, menahan volume berlebih, dan memerangkap sedimen yang dapat mengganggu sistem drainase di hilir. Cekungan bisa basah atau kering, tergantung pada apakah keadaan default cekungan diisi dengan air atau hanya mengantisipasinya selama gelombang badai.

Kolam Xang Thoi di Cần Thơ , Vietnam , adalah contoh perkuatan perkotaan untuk mengurangi banjir melalui kolam penahanan. Cần Thơ, kota besar di Delta Mekong , rentan terhadap banjir musiman dan curah hujan yang tinggi. Sebagai tanggapan, pemerintah daerah memasukkan solusi banjir perkotaan sebagai bagian dari prakarsa infrastruktur nasional yang lebih luas.

D.1.4. Atap Hijau

Atap hijau adalah area lanskap atau vegetasi di atap bangunan, biasanya dibangun untuk meniru lanskap alam atau taman di permukaan tanah. Atap hijau membantu sistem drainase dengan mengimbangi debit puncak dari permukaan hardscape, dan menyaring air hujan secara langsung saat jatuh. Mereka juga memiliki keuntungan tambahan yaitu mengurangi konsumsi energi untuk bangunan yang seharusnya menerima sinar matahari langsung ke atap mereka sepanjang hari.

 

D.2. Contoh Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Indonesia

D.2.1. Sumur Resapan Air

    Sumur resapan merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampung yang cukup besar yang berfungsi untuk menampung air sebelum air meresap ke dalam tanah.

 D.2.2.Drainase Saluran Tertutup

         Drainase saluran tertutup adalah sistem saluran yang permukaan airnya tidak terpengaruh dengan udara luar (atmosfer).

D.2.3. Drainase Saluran Terbuka

    Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran yang permukaan airnya terpengaruh dengan udara luar (atmosfer).

D.2.4.Biopori

        Biopori adalah lubang atau rongga di dalam atau di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan.

 D.2.5.Grass Block

        Seperti halnya paving block, grass block merupakan material perkerasan yang terbuat dari adukan semen dan pasir, hanya saja memiliki perbeda bentuk dan cetakannya.

D.2.6.Kolam Retensi

    Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahan-lahan mengalirkannya ketika debit di sungai sudah kembali normal.  Salah satu –pembangunan kolam retensi di Indonesia dapat ditemukan dalam artikel berjudul “Masyarakat Bandung Bangun Kolam Retensi di Gedebage” oleh Harian Daring Republika.




 

BAB III

PENUTUP

A.       Kesimpulan

Pengelolaan sistem drainase berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan. Namun, masih banyak kendala dalam penerapannya, kendala tidak hanya terdapat pada masalah teknis saja tetapi juga pada masalah pengelolaan kelembagaannya. Dalam upaya membenahi sistem kelembagaan yang menangani masalah, diusulkan pembuatan suatu badan/dinas kerja baru yang beranggotakan masing-masing perwakilan dari instansi yang telah ada agar dapat menangani permasalahan secara menyeluruh. Hal tersebut disarankan mengingat lembaga yang mengelola sistem drainase yang ada saat ini masih berdiri sendiri-sendiri sehingga untuk menangani masalah sistem drainasenya belum terorganisir dengan baik. Diharapkan dengan adanya badan tersebut, koordinasi antar lembaga menjadi lebih baik dan instansi-instansi yang terkait dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan lebih baik, juga peningkatanpartisipasi masyarakat di dalamnya.

B.       Saran

 

1.      Pemeritah diharap dapat menerapkan sistem drainase berkelanjutan,sehingga drainase  dikelola dan ditangani dengan terencana, sistematis, dan terintegrasi.

2.      Anggaran dan SDM drainase diharpkan untuk dikelola dengan efektif dan efisien, tanpa birokrasi yang berbelit.

3.      Adanya penyelenggaraan sosaialisasi tentangs sistem drainase berkelanjutan pada masyarakat awam.

4.      Masyarakat proaktif terlibat dalam penerapan sistem drainase berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

2021. “Sustainable drainage”, https://www.susdrain.org/delivering-suds/using-suds/background/sustainable-drainage.html

Dr. Ir. Suripin, M. Eng (2004). Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Andi Yogyakarta

Hasmar. 2002. Drainase Perkotaan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit UI

Ir. Saktyanu P, M.Eng.Sc. 2016. “Prinsip-Prinsip dan Permasalahan Penanganan Drainase Jalan yang Berkelanjutan”, https://simantu.pu.go.id/epel/edok/b6178_Prinsip-Prinsip_Dan_Permasalahan_Penanganan_Drainase_Jalan_Yang_Berkelanjutan.pdf

Nurhikmah, Dicky. 2016. “Pemilihan Metode Sistem Drainase Berkelanjutan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Banjir Di Kota Bandung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung

Purba, David Oliver.  https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/08/20130481/normalisasi-dan-naturalisasi-sungai-apa-bedanya?page=all

Purwanti, Eka Widi. 2016. “Model Kelembagaan Pengelolaan Sistem Drainase Berkelanjutan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Banjir”. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung

Susanto, Afif. 2015. “Kendala dan Tantangan Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan Pada Kawasan Perumahan di Seputar Kota Yogyakarta”, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18334/Naspub.pdf?sequence=13&isAllowed=y

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UTBK Tanpa Les Offline?? Why Not! (+Study Plan)

  Ce ritaku :     Kenalin sebelumnya, namaku Romadlona Erfida Al Jamroni, panggil aja Dlona. Mungkin kalian tahu blog ini setelah lihat postingan instagram Zenius tentang ceritaku ini. Tautan Postingan Zenius     Aku mau cerita sedikit dulu tentang perjalanan UTBK-ku. Aku mulai serius belajar UTBK saat liburan kenaikan semester 2 bulan Desember 2019, saat itu aku membuat list seluruh materi UTBK baik TPS dan TKA. Kemudian aku menentukan prioritas materi berdasar  materi mana saja yang dasar/fundamental, materi penting, materi kurang penting, materi sulit, dan mudah.  (saat itu aku buat berdasar daftar materi Zenius, untuk lebih mudahnya, kalian bisa cari di twitter/google dengan  keyword 4 kuadran materi utbk atau materi yang sering muncul pada soal UTBK.).      M enurutku untuk lolos UTBK, kita tidak perlu menjadi sempurna bisa mengerjakan seluruh soal, tapi setidaknya kita telah menguasai kemampuan fundamental (Baik TKA dan T...

PoPoPe : Posisi, Potensi, & Peran Mahasiswa di Kala Pandemi

  Tugas Day 2 Diklat Terpusat KAT-ITB Romadlona Erfida Al Jamroni/ 16620298 Teknik Kelautan-FTSL Kelompok- 093 Beberapa waktu lalu pemerintah Kota Surabaya menggalakkan lomba “Kampung Wani Jogo Suroboyo” untuk menekan laju penyebaran virus covid-19. Dalam perlombaan terebut terdapat beberapa kriteria penilaian, tetapi kriteria yang saya ingat adalah kampung dengan protokol kesehatan yang baik serta penghijauan. Lingkungan saya saat itu di daerah Kalibutuh juga bergotong royong menyemarakkan perlombaan, tetapi tetap dengan kondisi menjaga jarak. Gang kecil perkampungan saya ditutup, dan akses keluar masuk mengunakan satu pintu dengan peraturan jam malam. Umbul-umbul dan poster tentang panduan protokol kesehatan juga dipasang di sudut-sudut gang. Tanah kosong di dekat gapura ditanami dengan tanaman toga seperti kencur dan kunyit. Sebagai mahasiswa yang memiliki posisi, potensi, dan peran (POPOPE) sekaligus karang taruna di wilayah tersebut, saya juga turut berpartisipasi. B...